This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 06 Maret 2010

FIGUR IBU DAMBAAN UMMAT ( UMMU TANGGUH pencetak generasi taNGGUH)

Gelar ibu diberikan kepada setiap wanita yang telah menikah. Mereka adalah calon ibu bagi anak-anaknya, dari rahimnyalah akan lahir generasi baru yang melanjutkan keluarga dan penerus sebuah peradaban. Corak generasi ini tergantung dari pendidiknya. Seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak. Bila ibu berhasil mendidiknya, maka akan terlahir generasi sholeh dambaan ummat yang mencintai Allah, Rasul, Al Qur’an dan sesama mahluk, namun sebaliknya apabila ibu gagal mendidiknya , maka akan terlahir generasi durhaka penentang Allah dan RasulNya.

Di masyarakat, kiprah seorang ibu berbe-da-beda. Setidaknya ada 4 kelompok aktifitas yang dilakukan oleh seorang ibu :
1. Ibu yang berkarir di luar rumah untuk bekerja, aktif diorganisasi dengan menga-baikan anak-anak dan rumah tangganya.
2. Ibu yang berkarir di luar rumah dengan tetap memperhatikan anak-anak dan kelu-arganya dengan tenaga yang masih ter-sisa.
3. Ibu yang berkarir di dalam rumah, tetapi meninggalkan perannya dalam membina anak-anak dan keluarganya.
4. Ibu yang berkarir di dalam rumah dan masyarakat untuk membentuk generasi dan masyarakat Islam.
Maka muncul sebuah pertanyaan : Kita terma-suk kelompok yang mana? Lalu seperti apa figur ibu dambaan ummat?
Pengkajian dengan seksama terhadap Syariat Islam akan memberikan kesimpulan bahwa fungsi dan kedudukan perempuan dalam Islam berbeda dengan fungsi dan kedudukan laki-laki. Hanya saja perbedaan fungsi ini tidak menunjukkan ketinggian derajat satu dengan lainnya, karena ketinggian derajat seseorang bukanlah ditentukan oleh jenis kelamin tapi dilihat dari ketaqwaannya :

“ Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa”. (QS. Al-Hujurat 49 : 13).

Islam menempatkan perempuan pada dua peran penting dan strategis yaitu : Pertama Sebagai Ibu bagi generasi masa depan. Dan Kedua sebagai pengelola rumah tangga suaminya.

“ Seorang wanita adalah pengurus rumah tangga suami dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepengurusannya” (HR Muslim)

Terkait dengan peran sebagai ibu, maka yang harus dilakukan adalah memelihara kandungan, melahirkan, menyusui, merawat dan merangsang perkembangan bayi serta menjaga anak-anaknya.
Ibu yang berhasil mendidik anak-anaknya akan terlihat pada diri anak-anak, yaitu pribadi yang beriman, taat beribadah, berahlak terpuji, kuat pendirian, pandai bergaul, lemah lembut, punya kepedulian terhadap lingkungan di sekitarnya dan mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Untuk menjadi ibu yang mampu mencetak pribadi-pribadi seperti di atas, maka diperlukan sosok ibu yang memiliki antara lain :

1. Kecerdasan spiritual
Ibu yang memiliki kecerdasan spiritual adalah yang menyadari hubungannya dengan Allah, sehingga, dalam setiap aktifitasnya hanya berharap keridhoan dari Allah.
2. Berkepribadian yang tangguh.
Ibu yang memiliki kepribadian yang tang-guh yaitu yang senantiasa setiap pemikiran dan tingkah lakunya berlandaskan atas akidah Islam.
3. Menguasai konsep pendidikan anak.
Seorang ibu harus mengetahui dan mengu-asai konsep pendidikan anak, memahami arah dan tujuan mendidik anak serta me-nguasai persoalan teknis dan praktis dalam mendidik anak.

Di lihat dari kedudukannya sebagai pe-ngatur rumah tangga dalam realitasnya seorang perempuan menjalankan fungsi antara lain :
1. Mengelola logistik (Makanan dll) dalam rumah tangga. Maka seorang ibu harus mengetahui ilmu pangan. Mana makanan yang memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh dan mana makanan yang menimbulkan mudhorot / merusak tubuh. Di samping itu ibu juga harus memahami tehnik mengolah makanan yang sedap dan menarik, dengan biaya yang murah.

2. Menjaga kebersihan, ketertiban , ke-rapihan, keamanan dan kenyamanan dalam rumah, sehingga setiap anggota keluarga akan selalu merasakan kesegaran dan kenyamanan, suami akan betah berlama-lama di rumah jika sedang tidak bekerja, anak-anak terlatih bersih, tertib dan teratur, sehingga kondisi ini akan menciptakan suasana rumah yang kondusif dan asri.
3. Menjaga kemuliaan dan kehormatan rumah tangga. Ibu harus berupaya menjaga dan membangun citra rumah dari pandangan orang lain. Menjaga penam-pilan rumah supaya bagus dan menarik. Dan menciptakan kondisi rumah yang menentramkan hati dan menenangkan jiwa.

Dalam menjalankan ketiga peran di atas, supaya dapat terlaksana dengan baik dan sempurna maka Islam telah menetapkan hak-hak yang harus didapatkan oleh seorang perempuan. Diantara hak-hak tersebut yaitu dinafkahi, dilin-dungi, dijaga kesehatannya, diberi fasilitas-fasilitas dan kesempatan untuk menuntut ilmu dan diperlakukan dengan ma’ruf. Disamping itu harus ada dukungan dari masyarakat sekitar. Kondisi masyarakat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan tugas ibu dalam mendidik anak. Keadaan lingkungan yang menjadikan Islam seba-gai dasar kehidupan akan berpengaruh positif terhadap target pendidikan yang ingin dicapai oleh ibu. Namun sebaliknya jika kondisi masya-rakat tidak sejalan dengan pendidikan yang kita tanamkan dalam keluarga niscaya hal ini akan berakibat fatal bagi perkembangan anak kita.
Maka untuk mewujudkan lingkungan yang kondusif yang harus dilakukan adalah berda’wah menyampaikan Islam kepada masyarakat teruta-ma kalangan pemudi dan ibu – ibu. Da’wah ini dilakukan bukan hanya sekedar kewajiban dari Allah bagi kaum muslimin dan muslimah sebagai-mana tercantum dalam Al Qur’an.

“Dan orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf , mencegah dari yang munkar , mendirikan sholat, menunai-kan zakat, dan mereka taat pada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
(QS At Taubah :71).

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar . Mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
(QS Al Imran: 104)

lebih dari itu da’wah sebagai langkah untuk membentuk generasi ummat di masa yang akan datang. Jadi da’wah merupakan salah satu kebutuhan yang harus diutamakan sebagai salah satu pilar penunjang keberhasilan pendidikan anak.
Demikianlah figur ibu dambaat ummat di tengah-tengah kehidupan. Mudah-mudahan kita sebagai seorang ibu mampu mencetak generasi yang berkualitas sebagai penerus perjuangan Islam dalam rangka melanjutkan kehidupan Islam, sehingga akhirnya Islam bisa berjaya kembali dan umat Islam menjadi Umat yang terbaik di muka bumi ini. Amiin.

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar .dan beriman kepada Allah…”
(QS Al Imran :110 ).

Wallahu’alam Bishawab



Hukum Khitan Bagi Wanita


Para fuqaha berbeda pendapat mengenai hukum khitan menjadi tiga versi pendapat, sebagaimana diuraikan oleh Syaikh Muhammad Mukhtar Asy-Syinqithi dalam kitabnya Ahkamul Jirahah Ath-Thibbiyah wa Al-Atsar al-Mutarabbatu 'Alaiha, h. 161-162. Ringkasnya sebagai berikut :

Pertama, khitan hukumnya wajib atas laki-laki dan perempuan. Ini pendapat ulama Syafi'iyah, Hanabilah, dan sebagian Malikiyah. (Imam Nawawi, Al-Majmu', 1/300; Ibnu Muflih, Al-Mubdi', 1/103; Ibnu Juzzai, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah, h.167).

Kedua, khitan hukumnya sunnah (tidak wajib) atas laki-laki dan juga perempuan. Ini pendapat ulama Hanafiyah, Imam Malik, Imam Ahmad dalam satu riwayat, dan Imam Syaukani. (Imam Sarakhsi, Al-Mabsuth, 1/156; Ibnu Juzzai, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah, h.167; Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 1/85; Imam Syaukani, Nailul Authar, 1/294).

Ketiga, khitan wajib atas laki-laki, tapi sunnah (tidak wajib) atas perempuan. Ini pendapat Imam Ahmad dalam riwayat lain, sebagian ulama Malikiyah, dan ulama Zhahiriyah. (Ibnu Muflih, Al-Mubdi', 1/104; An-Nafrawi, Al-Fawakih Ad-Dawani, 1/461, Ibnu Hazm, Al-Muhalla, 2/217).

Dari uraian di atas, nampak jelas bahwa para fuqaha sepakat khitan bagi perempuan disyariatkan (masyru') dalam Islam. (Ibnu Hazm, Maratibul Ijma', 1/157). Memang ada perbedaan pendapat mengenai hukumnya berkisar antara wajib dan sunnah. Tapi tidak ada satu pun fuqaha yang berpendapat hukumnya makruh atau haram, atau dianggap tindakan kriminal yang harus diperangi, seperti klaim kaum kafir dan kaum liberal dewasa ini. (Nida Abu Ahmad, Hukm Al-Islam fi Khitan Al-Banin wa Al-Banat, h. 57; Abu Muhammad, Al-Khitan Syariah Ar-Rahman, h. 16).

Setelah meneliti dalil-dalilnya, yang kuat (rajih) menurut kami adalah pendapat ketiga, yaitu khitan wajib atas laki-laki, tapi sunnah (tidak wajib) atas perempuan. Imam Ibnu Qudamah menyatakan,"Adapun hukum khitan, hukumnya wajib atas laki-laki dan suatu kemuliaan (makrumah) atas perempuan, tidak wajib atas mereka." (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 1/141).

Dalil wajibnya khitan laki-laki, antara lain sabda Nabi SAW kepada seorang laki-laki yang masuk Islam,"Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah." (alqi 'anka sya'ra al-kufr wa [i]khtatin) (HR Abu Dawud. Hadis hasan. Syaikh Al-Albani, Irwa'ul Ghalil, 1/120). Redaksi hadis "berkhitanlah" (ikhtatin) menunjukkan hukum wajib, dengan qarinah (indikasi) kalau laki-laki tidak berkhitan, tak akan sempurna thaharah-nya ketika dia kencing. Padahal thaharah adalah wajib. Imam Ahmad berkata,"Jika seorang laki-laki tidak berkhitan, maka kulit akan menutupi ujung zakar dan tidak bisa bersih apa yang ada di sana." (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 1/141).

Mengenai pensyariatan khitan perempuan, dalilnya antara lain, Nabi SAW pernah bersabda kepada para perempuan Anshar,"Hai para perempuan Anshar...hendaklah kamu berkhitan dan janganlah kamu berlebihan dalam memotong." (HR Al-Bazzar. Hadis sahih. Syaikh Al-Albani, Silsilah Ash-Shahihah, 2/221). Nabi SAW juga pernah bersabda kepada perempuan tukang khitan,"Jika kamu mengkhitan [perempuan], maka hendaklah kamu sisakan dan janganlah kamu berlebihan dalam memotong." (idza khafadhti fa-asymiy wa laa tanhakiy). (HR Abu Dawud. Hadis sahih. Syaikh Al-Albani, Silsilah Ash-Shahihah, 2/344).

Bagi yang mewajibkan khitan perempuan, kedua hadis di atas dianggap dalil wajibnya khitan atas perempuan, karena kaidah ushuliyah menetapkan redaksi perintah (amr) menunjukkan hukum wajib (al-ashlu fi al-amr lil al-wujub). (Maryam Hindi, Khitan Al-Inats Baina Ulama Asy-Syariah wa Al-Uthaba, h. 59).

Namun, kaidah ushuliyah yang lebih sahih, redaksi perintah (amr) hanya menunjukkan tuntutan melakukan perbuatan (al-ashlu fi al-amr li ath-thalab), tidak otomatis menunjukkan hukum wajib. Yang menentukan amr itu menunjukkan wajib atau mandub, adalah qarinah yang menyertai amr tersebut. (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhsiyah Al-Islamiyah, 3/212).

Maka dari itu, hadis di atas hanya menunjukkan khitan perempuan adalah sunnah, bukan wajib. Sebab tidak terdapat qarinah yang menunjukkan keharusan melaksanakan perintah (amr) dalam hadis di atas. Tidak adanya qarinah yang menyertai suatu perintah, adalah qarinah bahwa perintah yang ada menunjukkan hukum sunnah (mandub). (Atha bin Khalil, Taisir

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More